Di tengah tantangan ekonomi global yang terus berubah, sektor manufaktur di Indonesia mengalami tekanan ganda: kebutuhan untuk tetap kompetitif di pasar internasional dan tuntutan domestik untuk perlindungan pekerja yang lebih adil. Alih daya (outsourcing) menjadi salah satu instrumen kerja yang paling disorot terutama di industri padat karya karena kemampuannya dalam memberikan fleksibilitas biaya dan kapabilitas operasional. Namun jika tidak diatur dengan baik, outsourcing juga bisa memperlebar kesenjangan dalam keamanan kerja dan kesejahteraan pekerja.
Data Terkini: Kondisi Makro dan Dinamis Sektor Manufaktur
Berikut beberapa data dan fakta penting yang mencerminkan situasi terkini di Indonesia:
Indikator | Angka/Tren | Sumber |
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) | Terbuka (TPT)4,76 % pada Februari 2025 — terendah sejak krisis moneter 1998. | kemnaker.go.id |
Penciptaan Lapangan Kerja Baru | Sekitar 3,59 juta lapangan kerja baru tercipta pada 2025. | kemnaker.go.id |
Rata-rata Upah Pekerja | Rp 3,09 juta per bulan (Februari 2025). | bps.go.id |
Pekerja Informal | Sekitar 59,4 % tenaga kerja berada di sektor informal. | data.goodstats.id |
Kontribusi Ekspor Manufaktur | Nilai ekspor industri pengolahan pada Februari 2025 mencapai US$ 17,65 miliar, tumbuh sekitar 3,17 % dibanding bulan sebelumnya. | Bisnis.com |
PHK di Sektor Manufaktur | Penurunan tenaga kerja sektor manufaktur sebesar ± 410.000 orang antara Agustus 2024 dan Februari 2025. | KompasFinansial.com |
Kenapa Outsourcing Masih Sangat Relevan di Manufaktur
1. Fleksibilitas Produksi & Fluktuasi Permintaan
Industri manufaktur, terutama yang memproduksi barang ekspor atau barang konsumsi musiman (tekstil, alas kaki, elektronik), sering menghadapi permintaan yang tidak stabil. Outsourcing memungkinkan perusahaan menyesuaikan skala tenaga kerja saat beban kerja naik atau turun tanpa harus menanggung beban anggaran tetap yang besar.
2. Efisiensi Biaya Operasional
Dengan outsourcer yang menangani fungsi-fungsi pendukung seperti cleaning service, keamanan, logistik internal, pemeliharaan, atau operator produksi musiman, manufaktur dapat mentransfer sebagian risiko operasional dan biaya tak tetap ke pihak ketiga yang spesialis di bidang tersebut.
3. Peran dalam Menekan Harga Produk di Pasar Ekspor
Dalam industri pengolahan ekspor, pengendalian biaya tenaga kerja adalah salah satu komponen penting agar produk tetap kompetitif di pasar global. Outsourcing menjadi salah satu cara untuk menjaga daya saing harga, terutama bila ada biaya tetap internal yang tinggi.
4. Peran dalam Penyerapan Tenaga Kerja Cepat
Sektor manufaktur merupakan salah satu penyerap tenaga kerja besar. Outsourcing menyediakan jalur cepat bagi pekerja baru, pekerja musiman, atau pekerja dengan keterampilan dasar untuk memperoleh pekerjaan formal atau semi-formal.
Permasalahan atau Kekhawatiran
➖ Ketidakjelasan status pekerjaan
Banyak pekerja outsourcing dalam manufaktur yang tidak memiliki kontrak tetap atau kontrak kerja tertulis, tidak dijamin keamanan kerja jangka panjang, dan tidak jelas jenjang karirnya.
➖ Perlindungan jaminan sosial yang lemah
Pekerja outsourcing seringkali tidak diikutsertakan atau tidak dimasukkan secara penuh pada skema jaminan kesehatan, jaminan pensiun, atau jaminan hari tua.
➖ Pengalihan pekerjaan inti (core business)
Ada kekhawatiran bahwa perusahaan malah menggunakan outsourcing untuk pekerjaan yang seharusnya merupakan bagian dari proses inti produksi, yang secara regulasi seharusnya tidak boleh dialihdayakan. Regulasi golongan core dan non-core masih menjadi titik sengketa dan belum jelas pasca beberapa putusan MK. (atmos.law)
➖ Resiko PHK dan pergeseran ke informal
Ketika outsourcing digunakan secara fleksibel untuk menyesuaikan biaya, maka dalam situasi tekanan ekonomi, pekerja outsourcing paling rentan terkena PHK. Dan jika tidak ada alternatif, banyak pekerja bisa terpaksa berpindah ke sektor informal.
Kebijakan dan Regulasi yang Sedang Digarap
- ▶️Kementerian Ketenagakerjaan tengah menyusun Peraturan Menteri (Permenaker)khusus mengenai alih daya sebagai tindak lanjut arahan Presiden terkait outsourcing pada May Day 2025. (Antara News)
- ▶️Putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XXI/2023 pada 31 Oktober 2024 menjadi dasar hukum untuk membatasi jenis pekerjaan yang diperbolehkan untuk outsourcing. Namun, regulasi pelaksana yang tegas khususnya terkait definisi core dan non-core job masih dalam proses penyusunan. (law)
Rekomendasi: Membangun Outsourcing yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
Agar outsourcing di sektor manufaktur tidak menjadi sumber ketidakadilan dan ketidakstabilan sosial, berikut beberapa langkah strategis yang perlu dipertimbangkan:
1. Peraturan Pelaksana yang Jelas
Regulasi harus merinci mana pekerjaan inti yang tidak boleh dialihdayakan (core business), mana yang boleh (non-core), dan standar minimal kontrak, hak-hak pekerja, jaminan sosial.
2. Kontrak Kerja Tertulis dan Pengakuan Status
Semua pekerja outsourcing harus memiliki kontrak jelas, durasi yang transparan, upah yang adil sesuai standar upah minimum, dan akses ke fasilitas yang sama seperti pekerja tetap bila melakukan pekerjaan setara.
3. Pengawasan dan Penegakan Hukum
Pemerintah pusat melalui Kemenaker, serta pemerintah daerah dan dinas ketenagakerjaan, perlu memperkuat inspeksi, audit, dan pemberian sanksi bagi perusahaan dan penyedia jasa outsourcing yang melanggar peraturan.
4. Skema Transisi dan Proteksi Sosial
Bila ada perubahan regulasi (misalnya pembatasan outsourcing), harus ada skema transisi pelatihan ulang, jaminan sosial sementara, dukungan usaha mikro atau alternatif kerja agar pekerja tidak langsung terdampak secara negatif.
5. Peningkatan Kompetensi Kerja
Melalui pendidikan vokasi, pelatihan teknis, sertifikasi industri, agar pekerja outsourcing memiliki kesempatan naik jabatan atau menjadi pekerja tetap di masa depan.
6. Dialog Antar Pemangku Kepentingan
Pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, akademisi, dan masyarakat sipil harus dilibatkan dalam penyusunan regulasi agar kebijakan yang dihasilkan realistis, adil, dan aplikatif.
Outsourcing di sektor manufaktur Indonesia berada di simpang jalan. Di satu sisi, ia merupakan alat vital untuk menjaga daya saing industri, fleksibilitas operasional, dan penyerapan tenaga kerja dalam kondisi yang dinamis. Di sisi lain, praktik yang tak terkendali bisa menciptakan ketidakadilan kerja, kerentanan sosial, dan erosi kualitas pekerjaan. Kunci ke depan bukanlah menghapus outsourcing secara langsung, melainkan mengelolanya dengan bijak dan manusiawi mewujudkan kerangka hukum dan kebijakan yang menyeimbangkan antara kebutuhan ekonomi dan perlindungan pekerja. Hanya dengan demikian dapat tercapai sistem yang produktif sekaligus adil, yang mendukung visi Indonesia maju dan sejahtera.